Sabtu, 24 Juli 2010

Suara-Suara Katak di Kampus USU



Seperti lagu Dewa 19 yang berjudul “Suara Alam”, bagian intro-nya terdengar jangkrik dan hewan nocturnal lainnya bernyanyi-nyanyi sepuas hati di hutan. Tak jauh berbeda dengan suara alam yang berada di kampus USU kala siang sudah mulai membuka malam. Sehabis maghrib, suara itu mulai melawan suara kereta yang satu-satu lalu lalang di jalan- jalan USU yang bergegas pulang. Sekali lagi ini pertanda malam akan tiba.


Kampus USU yang mendapat predikat kampus hijau ini, masih menopang beberapa kehidupan dunia malam. Salah satu hewan vertebrata yang selalu meramaikan riuh suara malam adalah amfibi. Kelompok makhluk yang hidup di dua alam ini dapat dikelompokkan menjadi tiga ordo yakni apoda, anura dan salamander. Ordo yang ditemukan di USU hanya anura yakni dari jenis katak-katakan.


Kodok yang sering terlihat pada malam hari adalah salah satu bagian amfibi yang paling jinak. Bufo melanostictus demikian nama Latinnya, menurut beberapa ilmuan adalah jenis amfibi mutan yang berhasil dan cocok hidup berdampingan bersama manusia. Kodok ini sembunyi pada siang hari dan akan keluar pada malam hari untuk mencari makanan berupa serangga yang aktif pada malam hari.


Menurut data yang pernah dikumpulkan Biologi Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (BIOPALAS) Dept Biologi FMIPA USU, sedikitnya ada enam jenis amfibi yang terdaftar sebagai penghuni kampus nomor satu di Sumatera Utara ini. Melalui kegiatan herpetofauna pada malam hari, tim dari BIOPALAS menelusuri tempat-tempat lembab yang representatif sebagai habitat katak. Kolam Perpustakaan USU, kolam Fakultas Pertanian, hutan Tridharma, dan parit-parit sepanjang USU ditelusuri untuk menyisir keberadaan hewan bertulang belakang yang paling sensitif ini. Peralatan dasar yang dipakai sangat sederhana yakni senter, pakaian lapangan, kamera dan buku identifikasi amfibi.


Kodok puru Asia (Bufo melanostictus), katak tegalan (Fejervarya limnocharis), bancet (Kaloula pulchra), katak mulut kecil (Microhyla sp.), Polypedates sp dan katak air (Limnonectes sp) merupakan jenis yang kerap ditemukan. Keberadaan hewan yang tidak berekor ini dibatasi oleh predator dan habitatnya yakni lingkungan USU yang semakin sempit karena pembangunan. Selain itu, sisa buangan limbah perumahan dosen, kantin kampus dan buangan reagen-reagen dari laboratorim dinilai kuat akan mengurangi kuantitas katak ini.


Amfibi mengambil peran penting dalam menjaga stabilitas rantai-rantai makanan. Katak adalah insektivor (pemakan serangga) yang buas. Katak secara tidak langsung ikut mengurangi penderita malaria, mengurangi hama tanaman, dan menjaga keseimbangan alam. Dalam dunia sains, khususnya biologi, keberadaan katak dapat dijadikan indikator mutu lingkungan. Amfibi yang termasuk golongan vertebrata paling primitif setelah pisces ini merupakan hewan yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan karena mempunyai kulit tipis. Katak juga mudah diteliti, diidentifikasi dan tidak berbahaya sehingga katak merupakan bioindikator yang baik. Dibanding hutan Sibolangit yang komposisi dan struktur hutannya diperkirakan masih baik, USU mempunyai biodiversitas katak yang lebih sedikit. Dan jika pembangunan USU berlanjut tanpa memperhatikan tata ruang biologis, diduga biodiversitas akan menurun drastis termasuk dari amfibi yang sangat penting yang telah ikut menjaga ekologis kampus.


Oleh Divisi Fauna Biopalas



2 komentar:

  1. Gilang, bukan hanya Rana kita yang di-save, Rana orang juga serta Bufo, Fejervarya, Huia, dll.

    Salam hangat dari BIOPALAS.

    BalasHapus