Sabtu, 24 Juli 2010

Harapan Dunia Di Balik Sisi-Sisi Taman Nasional Gunung Leuser

Hingga sekarang, penduduk dunia melonjak tinggi melewati enam miliar lebih merupakan masalah serius bagi kesejahteraan manusia. Kamus yang terbaca yakni merosotnya daya dukung lingkungan untuk menopang kebutuhan manusia. Manusia menang berkompetisi dengan hewan dalam ekspansi daerah kekuasaan. Manusia hampir rampung menjarah lokasi-lokasi hamparan dunia. Hanya sekelumit yang tertinggal di titik-titik yang tampaknya mulai menghilang.

Salah satu yang tersisa adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Kawasan ini terdiri dari hutan pantai/rawa, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi dan pegunungan. Cagar alam seluas 1.094.692 ha ini adalah bentang alam hutan tropis terpenting di dunia. Ditemukan tidak kurang dari 3.500 jenis flora dan 130 jenis mamalia atau sepertiga puluh dua dari keseluruhan jenis mamalia yang ada di dunia atau seperempat dari seluruh jumlah jenis mamalia yang ada di Indonesia serta ribuan jenis aves, reptil, amfibi dan ikan. Keanekaragaman hayati yang dikandung Taman Nasional yang duduk di dua provinsi yakni Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam ini mengundang perhatian dunia. Beberapa ornop internasional menitikberatkan hotspot programnya di TNGL. BirdLife Internasional mengidentifikasi kawasan ini sebagai tempat terpenting bagi burung dunia.

Di Sumatera sendiri Taman Nasional Gunung Leuser adalah satu dari 11 taman nasional di Sumatera. Dari semua taman nasional, TNGL dengan puncak tertinggi 3.381 mdpl dinobatkan sebagai warisan dunia (World Heritage) pada tahun 2004. Penghargaan tertinggi ini dianugrahkan oleh UNESCO. Penghargaan yang sama juga diberikan kepada Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. TNGL di berikan status Tropical Rainforest Heritage of Sumatra bertujuan melestarikan kekayaan alam yang penting bagi kesejahteraan manusia. Terhitung TNGL masuk dalam 812 warisan dunia dari 180 negara.

Salah satu yang menjadikan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser strategis bagi dunia adalah sebagai habitat beberapa jenis flora dan fauna dunia. Terdapat tumbuhan langka dan khas yaitu daun payung raksasa (Johannesteijsmannia altifrons), bunga rafflesia (Rafflesia atjehensis dan R. micropylora) serta Rhizanthes zippelnii. Dan satwa yang kerap ditemukan antara lain mawas (Pongo abelii), sarudung (Hylobates lar), siamang (Hylobates syndactilus), kera (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestriana) dan kedih (Presbytis thomasi), macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang (Helarctos malayanus), harimau sumatera (Phantera tigris sumatraensis), gajah (Elephas maximus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatraensisi), rusa (Cervus unicolor) dan lain-lain.

Termasuk di dalamnya mamalia besar endemik Sumatera seperti harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumateraensis), Orangutan sumatra (Pongo abelii). Kekhawatiran dunia meninggi ketika beberapa satwa endemik Indonesia seperti harimau bali dan jawa sudah punah. Tinggal harimau Sumatera , harimau Siberia dan harimau India yang tersisa di dunia. TNGL adalah habitat paling baik bagi harimau Sumatera yang hanya tertinggal ±600 ekor yang tersisa. Konservasi habitat adalah jalan terakhir bagi penyelamatan satwa. Reduksi kehidupan satwa diakibatkan oleh kurangnya habitat tempat tinggal bagi satwa. Karena satwa tersebut menjadikan habitatnya sebagai tempat istirahat, mencari makan dan untuk membesarkan anak. Konversi hutan sebagai habitat merupakan cara paling mutakhir mempercepat punahnya satwa.

Akhir-akhir ini di sisi-sisi ekoton TNGL, cenderung timbul konflik antara penduduk dengan satwa seperti harimau, gajah dan orangutan. Jalan permasalahannya adalah satwa dilindungi tersebut kerap memangsa ternak, mencuri tanaman penduduk dan menghancurkan tanaman bahkan pemukiman penduduk. Konflik ini berawal dari satwa merasa terusik dengan aktivitas manusia. Menciutnya hutan karena konversi secara besar-besaran mengurangi lahan pencarian pakan satwa sehingga makanan kurang. Munculnya satwa di lahan-lahan olahan penduduk di pinggiran hutan karena sudah banyak hutan TNGL disentuh aksi ilegallogging. Maraknya penebangan liar terbukti dengan terjadinya banjir bandang di Bukit Lawang lima tahun yang lalu. Peristiwa ini lantas meluluhlantakkan pemukiman penduduk di sepanjang aliran sungai dan memakan banyak korban jiwa.

Lebih parah lagi, konflik orangutan dan hewan besar lainnya dengan manusia menjadi hal serius yang dapat mengancam kehidupan satwa endemik Sumatera itu. Sampai sekarang solusi konflik ini masih diperdebatkan kaum konservasionis tentang yang mana yang harus direlokasi. Penduduk yang terlibat konflik berusaha mengusir satwa tersebut dan sering sekali dengan cara mengenyahkan hewan tersebut dengan menembak, meracuni maupun menjeratnya. Di daerah Bukit Lawang sendiri pernah kejadian penembakan terhadap orangutan yang dianggap penduduk hama dalam pertanian. Sedikitnya 60 peluru bersarang di tubuh si orangutan dan sangat mengancam nyawanya. Sesaat setelah tertembak tim dari pengelola orangutan segera mengkarantinakannya dan memberi perawatan serius.

Baru-baru ini terdengar dua anak harimau diperjualbelikan dan tertangkap basah oleh tim Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) dari BKSDA yang akan diperjualbelikan pelaku dalam kondisi mati di Namorambe, Medan. Pelaku mengaku bahwa anak harimau tersebut masuk dalam jerat babi di dekat lahan penduduk. Penemuan ini sangat mengejutkan semua pihak karena tindak pidana menangkap dan memperjualkan satwa dilindungi yang hanya tinggal 600-an ini masih dilakukan. Kota medan merupakan pintu gerbang terkait perdagangan satwa liar terbesar di Sumatera. Kota Medan mempunyai beberapa tempat perdagangan satwa yang sering memperjualkan satwa yang termasuk dilindungi. Di Indonesia kapasitas perdagangan satwa menjadi kegiatan ilegal nomor tiga setelah perdagangan narkoba dan senjata api.

Di balik kondisi Taman Nasional Gunung Leuser penuh ancaman, TNGL juga masih layak dan potensial di sektor pariwasata. TNGL mempunyai lokasi yang dapat dikunjungi seperti Gurah, Bahorok, Kluet, Sekundur, Ketambe, Suak, Gunung Leuser (3.404 mdpl) dan Gunung Kemiri (3.314) serta Sungai Alas. Beberapa lokasi yang disebutkan mempunyai karakteristik masing-masing bagi turis. Bahorok atau Bukit Lawang merupakan satu lokasi di Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang sangat potensial untuk dikembangkan. Selain mempunyai keindahan alamnya berupa sungai, juga sebagai tempat reservasi orangutan. Keunikan dari orangutan di sini adalah sifatnya yang semi liar sehingga dapat dibuat objek wisata bersifat ecotourism. Turis mancanegara sangat tertarik melihat orangutan endemik Sumatera ini. Mereka terlihat antusias memotret satwa langka tersebut. Di dunia, lokasi reservasi orangutan hanya dijumpai di Indonesia, termasuk yang paling penting adalah lokasi Bukit Lawang.

Dewasa ini, menyusul kerusakan lingkungan semakin parah menjadikan demam lingkungan sehat di mana-mana. Setiap orang dari penjuru dunia menginginkan kenyamanan. Hanya sedikit tempat yang alami yang tertinggal di dunia. Di negara maju, sudah menjadi tradisi untuk berpelancong ke negara-negara yang memiliki tempat yang mereka idamkan. Indonesia masih menjadi tujuan turis karena mempunyai kekayaan alam yang masih terjaga. Termasuk di dalamnya Taman Nasional Gunung Leuiser yang menjadi harta karun terpenting untuk Indonesia dan sudah diakui dunia dengan menganugrahkan status warisan dunia yang membuktikannya sebagai situs penting di dunia. Kebanyakan turis mancaneara selain untuk penelitian, adalah menikmati hobi mereka. berpetualang di alam bebas, hiking, rekreasi, camping (berkemah), birdwatching (pengamatan burung), fishing, rafting (arung jeram) dan lainnya merupakan kegiatan ekowisata yang semakin gencar. Jika dikelola dengan baik TNGL adalah sumber devisa negara yang lumayan menambah “kocek” negeri.

Desember tahun lalu, ketika konvensi akbar Para Pihak tentang global warming di Bali, ada kekawatiran besar akan meningkatnya gas-gas GRK di atmosfer bumi. Memekatnya gas GRK di dirgantara disinyalir adalah bencana terbesar, terlama dan akan merugikan secara global dan paling mengerikan. Pemanasan bumi mengakibatkan naiknya permukaan air laut yang berakibat pulau-pulau akan menyempit digenangi air. Kondisi akan mengurangi ruang hidup makhluk hidup termasuk manusia sebagai penyebab utama yang mempercepat pemanasan global ini.

Berbagai solusi sudah ditawarkan untuk negara-negara yang dapat menekan pelepasan gas-gas Gas Rumah Kaca (GRK). Solusi CDM merupakan solusi yang sudah ditawarkan sebagai imbalan bagi pihak yang bisa mereduksi pelepasan gas pemantul radiasi matahari tersebut. Indonesia sendiri sudah meratifikasi konvensi ini. Reduksi CO2 sebagai GRK terbesar dan paling berpengaruh bagi beberapa negara adalah sangat merugikan terutama bagi negara penghasil minyak dan konsumsi minyak seperti Amerika Serikat. Sering tidak ada titik temu dalam konvensi-konvesi yang sudah digelar.

Satu solusi yang baik adalah dengan menjaga hutan dan mengadakan penghijauan. Indonesia mempunyai hutan terluas nomor dua setelah Brasil. Indonesia juga mempunyai biodiversitas paling tinggi setelah Brasil. Termasuk hutan TNGL yang teluas di Sumatera. Hutan adalah pereduksi karbondioksida terbesar di dunia. Tapi meningkatnya kadar CO2 yang dilepaskan setiap tahunnya memaksa hutan untuk lebih keras lagi untuk mengabsorbsinya. Tapi hutan selalu mengalami pengurangan setiap tahunnya. Kondisi inilah yang dihadapi TNGL sampai saat ini. Ancaman serius datang dari sisi mana saja.

Kawasan hutan TNGL menjadi kawasan penting dunia mengingat perannya di alam sangat vital. TNGL berperan mereduksi gas-gas GRK, menjaga stabililtas bumi, penting dalam pengawetan jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL), paru-paru dunia, tempat wisata, cadangan air, mencegah banjir, dan banyak lainnya. Jika TNGL rusak, pupus sudah harapan dunia dan penghargaan warisan dunia yang sudah berkibar akan bobrok dan rapuh.

Oleh Akhmad Junaedi Siregar
Mahasiswa Biologi FMIPA USU.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar