Selasa, 27 Juli 2010

Pengembara Merah Mencari Pohon Keberuntungan




Pengembara merahku hidup di pohon dan jarang turun ke tanah. Mencari makan, bermain, bergerak, berkomunikasi dan istirahat sepenuhnya dilakukan di atas pohon. Sesekali turun ke tanah untuk minum, memungut buah dan mencari serangga untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Bangun pada pagi hari sebelum matahari memanaskan sarang yang dibuat dari dedaunan pada hari sebelumnya. Dan akan tidur di sore hari setelah melakukan aktivitas seperti hari yang sudah dilaluinya sejak lahir di hutan hujan tropis. Inilah kegiatan yang dilakukan Orangutan Sumatera (Pongo abelli) yang hidup di dataran Asia.

Ukuran tubuh jantannya dapat mencapai dua kali ukuran tubuh betina dengan panjang rentang mencapai 2,4 meter. Memiliki kantong udara yang mulai berkembang sejak remaja dan benar-benar kelihatan ketika sudah dewasa adalah ciri khas jantan dan tidak terlihat perubahan tubuh yang jelas pada remaja betinanya ketika menuju dewasa. Di Sumatera rambutnya lebih terang, lebih panjang dan biasanya gemulai dan anggun sehingga menarik untuk dilihat. Di alam liar, aktivitas yang paling sering dilakukan adalah makan sedangkan orangutan bekas sitaan (semi-liar) lebih sering melakukan aktivitas istirahat. Menjaga anak yang ada dalam gendongan, menolong anak saat menjerit, memberinya susu, suapan makanan yang sudah dikunyah melalui mulut atau tangan adalah pemandangan aktivitas orangutan yang sangat menyenangkan.

Inilah keindahan, kekayaan, keunikan, kelebihan fauna Indonesia yang kurang kita kenal. Dengan ciri fisik menyerupai manusia dan memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan mampu belajar bagaimana bertahan hidup di alam. Hanya sedikit yang tahu keadaan ini sehingga sulit mengatakan “konservasi orangutan” karena kita sendiri tidak tahu apa yang kita miliki. Bahwa semua kekayaan alam yang kita miliki adalah aset masa depan yang dapat memperkenalkan Indonesia ke masyarakat dunia.

Kita tidak sadar bahwa masyarakat luar negeri jauh lebih peduli dengan keadaan alam kita. Sedih mereka melihat fauna yang berada di dalam kandang dan senang melihat satwa yang hidup bebas di hutan luas. Ini adalah prinsip masyarakat barat yang diterapkan di negara maju yang kondisi alam mereka jauh lebih rusak dari alam kita. Perbedaannya, mereka menjaga dan mempertahankan sumberdaya alam yang mereka miliki sepanjang tahun sedangkan kita menjaganya saja sangat susah walaupun dengan hukuman, tetap saja sulit disadarkan. Kita sebagai masyarakat yang memiliki kekayaan tersebut malahan membantu merusaknya ke dalam kondisi yang kritis bahkan sampai minus.

Sedikit demi sedikit hutan dirambah sehingga melahirkan ladang-ladang raksasa yang nantinya akan ditanami dengan tanaman keras atau dibiarkan terlantar. Jutaan kubik kayu hutan ditebang, dijual dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan masyarakat. Hal tersebut menjadi masalah yang sangat serius dalam beberapa tahun terakhir. Terlihat semakin panasnya bumi, semakin seringnya hujan lokal dan semakin sulitnya mendapatkan asupan air bersih menandakan hutan adalah “sumber kehidupan” yang sangat berarti bagi kelangsungaan hidup manusia.

Habisnya hutan yang menjadi habitat orangutan dan fauna lain menjadi masalah besar bagi kita semua. Orangutan sekarang diunjuk sebagai spesies payung karena memiliki gambaran hutan Indonesia yang memprihatinkan. Dapat kita lihat bahwa orangutan hanya mampu bertahan hidup dengan asupan makanan dari hutan yang cukup banyak, membutuhkan tempat tinggal dan memiliki daerah jelajah yang luas. Sehingga dalam kondisi hutan yang buruk orangutan tidak mampu mempertahankan hidupnya.

Sekarang habitat terbesar Orangutan Sumatera adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dengan kisaran jumlah orangutan 6.624 individu (Wich et al, 2008). Yang terdiri dari dataran rendah ber-rawa sampai perbukitan yang ketinggiannya mencapai 3.000 meter dari permukaan laut. Kawasan ini sangat berpotensi dari segi flora dan faunanya sehingga orangutan mampu memenuhi kebutuhan akan pakan dari pepohonan, liana dan serangga yang hidup di area ini. Orangutan akan tetap bertahan dengan kondisi yang stabil di kawasan ini. Namun dengan kondisi hutan yang semakin berkurang maka sebagian besar orangutan memilih tempat hidup yang berbatasan dengan perladangan penduduk. Dan tidak jarang mereka masuk ke kebun dan merusak tanaman penduduk sehingga menimbulkan konflik antara penduduk dengan orangutan.

Penurunan jumlah individu orangutan dari tahun ke tahun pasti menurun seiring dengan berkurangnya areal hutan yang menjadi habitat orangutan. Dengan kata lain, ketika hutan yang menjadi habitat orangutan terjaga maka dengan sendirinya populasi orangutan akan terlindungi. Hal tersebut menjadi perhatian besar bagi pemerhati lingkungan baik dari dalam dan luar negeri. Dapat dilihat ketika ada kasus orangutan yang berhubungan dengan habitatnya, konflik dengan manusia, penjualan ilegal, pemeliharaan sendiri atau masalah orangutan itu sendiri seperti penyakit dan kematian yang mendapat tanggapan pertama adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Banyaknya dampak negatif dari kerusakan hutan menimbulkan kekhawatiran yang mendalam dan berkepanjangan. Bukti menunjukkan hutan menyediakan karbon, oksigen, air bersih dan hasil hutan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Jadi, ketika hutan hilang maka bukan hanya orangutan yang kehilangan tempat tinggal namun kepentingan utama manusia akan hutan terkendala seperti hilangnya sumber air bersih, berkurangnya ketersediaan oksigen di alam, naiknya suhu panas bumi yang sekarang dikenal dengan “efek rumah kaca”. Selain itu terjadinya banjir ketika hujan datang dan keringnya lahan ketika musim kemarau sangat nyata pahitnya. Untuk itu pelestarian hutan sangat penting untuk memperkecil bencana musim yang melanda negara kita.

Selain kerusakan hutan, penyebab berkurangnya individu orangutan di alam adalah adanya perburuan liar yang kemudian dijual untuk dijadikan atraksi atau peliharaan dan konflik dengan masyarakat. Banyak pihak yang menjadi pelaku ketika peristiwa ini terjadi namun penertipan, pengamanan dan pemecahan masalah sangat sulit dilakukan. Hal ini dimungkinkan kebutuhan mencari pendapatan oleh masyarakat yang berbatasan langsung dengan habitat orangutan atau mencari uang secara cepat melalui penjualan anak orangutan.

Saat ini masyarakat awam sudah mengetahui bahwa orangutan adalah hewan yang dilindungi oleh undang-undang dan berat hukumannya jika dilanggar. Namun dalam kenyatannnya tetap ada ditemukan kasus pelanggaran hukum mengenai penjualan orangutan atau satwa yang dilindungi. Sehingga sulit memastikan orangutan akan hidup damai ketika manusia tahu kalau satwa ini memiliki harga yang selangit sehingga memikat siapa saja yang mendapatkan kesempatan melakukan transaksi.

Selain itu orangutan sangat sensitif hidup berdampingan dengan manusia karena menimbulkan penularan penyakit dari manusia ke orangutan maupun orangutan ke manusia. Dan mereka akan menjadi bodoh serta kehilangan kepribadiannya sebagai orangutan ketika dimanja oleh manusia. Jika ini terjadi terus- menerus dapat mengubah semboyan orangutan hidup di hutan menjadi orangutan hidup di perumahan. Oleh karena itu orangutan lebih baik hidup di hutan luas pada kawasan yang terlindungi oleh ketegakan hukum. Bergerak bebas tanpa terikat tali dan tidak terkurung oleh jeruji besi adalah keinginan dari setiap makhluk hidup begitu juga orangutan.

Dengan demikian pohon hutan yang masih tersisa sekarang tinggal menunggu guliran dikunjungi oleh orangutan untuk membuat sarang di percabangannya. Karena pohon sarang yang menjadi pilihan orangutan sangatlah spesifik dengan dengan ciri tidak jauh dari sumber pakan, memiliki percabangan yang sesuai untuk membuat sarang (posisi sarang 1, 2, 3, atau 4), kuat dan kokok menopang berat badan orangutan serta didukung hutan yang masih bagus dan tidak ada gangguan aktivitas manusia. Kita seharusnya menyadari bahwa setiap pohon belum tentu dikunjungi oleh si pengembara merah di mana dari begitu banyak pohon di hutan belum tentu semua yang dijadikan pohon sarang apalagi pada kondisi hutan yang tidak memiliki pohon. Sudah jelas orangutan berada dalam ancaman. Oleh karena itu cara yang paling mudah yang dapat kita lakukan bersama adalah ketahui kekayaan alam kita, pelajari isinya, lihat potensinya, jaga keasliannya, kembangkan demi kepentingan bersama dan lakukan “konservasi” sebelum terlambat. Dan sekarang belum terlambat.

Oleh Sidahin Bangun, Kadiv Diklat Biopalas


Tidak ada komentar:

Posting Komentar